Dede Farhan Aulawi Bicara Pencucian Uang Hasil Kejahatan di Luar Negeri

Bandung || Jawa Barat
“ Ketika berbicara pencucian uang (money laundering) selama ini konotasinya adalah uang hasil kejahatan didalam negeri, lalu disembunyikan untuk mengelabui asal usul uang hasil kejahatan tersebut agar terlihat seperti legal. Namun, dalam persepktif yang lain bisa juga uang hasil kejahatan di luar negeri, kemudian dialirkan ke dalam sistem keuangan nasional agar terlihat seolah sah. Kasus seperti ini yang disebut dengan Foreign Predicate Crime (FPC). Pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bukan hanya soal menindak kejahatan yang terjadi di dalam negeri saja, tetapi bisa juga uang hasil kejahatan lintas negara yang dialirkan ke dalam negeri. Jadi tindak pidana asalnya terjadi di luar negeri, tetapi uangnya dialirkan ke dalam negeri “, ujar Pemerhati Kejahatan Keuangan Dede Farhan Aulawi di Bandung, Sabtu (5/7).

BACA JUGA  Kabag Ops Polres Kompol Afrizal S.H.M.Si. Mewakili Kapolres Rohil Rapat Kordinasi

Hal tersebut ia sampaikan dalam obrolan santai dengan beberapa koleganya terkait dengan keadaan dunia yang mengalami kontraksi ekonomi cukup hebat dan dampaknya terhadap kemungkinan maraknya perpindahan uang dari satu negara ke negara lainnya yang dinilai aman untuk mengamankan uang hasil kejahatan. Apalahi dari negara – negara yang jelas sedang mengalami konflik atau peperangan, maka menyimpan uang di negaranya dinilai sangat beresiko. Atau dengan kata lain, hasil risk assesment-nya merekomendasikan untuk segera dipindahkan.

Menurutnya, foreign predicate crime adalah tindak pidana yang dilakukan di luar yurisdiksi suatu negara tetapi hasil kejahatannya masuk ke dalam negara lain dan kemudian dicuci guna menyamarkan asal usul uangnya. Jika tindak pidana tersebut juga termasuk kejahatan menurut hukum nasional, maka Indonesia dapat memperlakukan kejahatan itu sebagai dasar untuk menindak TPPU, meskipun kasusnya terjadi di negara lain.

BACA JUGA  Komisi II Panggil Dishub terkait Pelayanan Ro-Ro

“ Contoh yang sederhana, misalnya seseorang melakukan kejahatan perpajakan di luar negeri, lalu menyembunyikan hasilnya di rekening bank di Indonesia dan menggunakannya untuk membeli properti atau berupa aset lainnya. Walau kejahatannya terjadi di luar negeri, proses penyamaran dana ilegal itu tetap bisa dijerat sebagai TPPU “, tambahnya.

Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa dalam standar internasional, khususnya Rekomendasi FATF (Financial Action Task Force), negara-negara anggota didorong untuk memperlakukan kejahatan yang terjadi di luar negeri sebagai tindak pidana asal, asalkan perbuatan tersebut juga merupakan pelanggaran hukum nasional. Perlakuan hukum ini menjadi syarat penting agar tidak ada celah bagi pelaku kejahatan lintas negara untuk mencuci uang secara aman di negara lain.

BACA JUGA  Pjs. Bupati Bandung Dikky Achmad Sidik Ajak Masyarakat Optimalisasi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Konsep ini menjadi sangat relevan mengingat pola kejahatan keuangan saat ini semakin kompleks dan melibatkan banyak yurisdiksi. Tanpa adanya perlakuan hukum terhadap foreign predicate crime, Indonesia akan kesulitan dalam membekukan atau menyita aset hasil kejahatan dari luar negeri, meskipun dana tersebut sudah berada di sistem keuangan nasional. Disinilah, pengemban fungsi intelijen ekonomi menjadi sangat strategis guna memastikan agar Indonesia tidak dinilai sebagai tempat aman untuk melakukan pencucian uang hasil dari kejahatan di luar negeri.

“ Dengan memahami istilah ini, para penegak hukum, analis intelijen keuangan, hingga regulator dapat memperkuat perspektif dan strategi dalam menindak aliran dana ilegal lintas negara. Bagi Indonesia, hal ini juga merupakan bagian penting untuk menjaga marwah dan kehormatan negara di mata internasional “, pungkasnya.

Dfa

Related posts
Tutup
Tutup