Jabar ||
“ Intelijen Obat dan Makanan dalam perspektif global, memiliki dinamika dan tantangan tersendiri.
Seiring dengan perkembangan teknologi, modus kriminalitas, nalar berfikir kritis para pelaku kejahatan, serta kondisi publik yang belum matang menyebabkan pelaksanaan tupoksi bukan hal yang mudah. Namun demikian, peran pimpinan dalam mengidentifikasi permasalahan dan mencari penyelesaian masalah (problem solving) tentu menjadi sangat penting sekali. Termasuk kematangan dan kecerdasan emosi serta mewujudkan tim kerja yang solid agar mampu meningkatkan kinerja organisasi secara signifikan “, ujar Pemerhati Intelijen Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum’at (27/9).
Hal itu ia sampaikan setelah dirinya menjadi narasumber dalam Workshop Intelijen Strategis Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Direktorat Intelijen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan dilaksanakan di Hotel De Paviljoen, Bandung. Kegiatan dibuka oleh Kepala BPOM dan diikuti oleh 20 orang dari Direktorat Intelijen Obat dan Makanan, serta 31 orang Unit Pelaksana Teknis / Kepala Balai Besar POM Propinsi / kabupaten / kota.
Pada kesempatan tersebut ia menjelaskan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM atau BPOM) adalah sebuah lembaga yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat dan European Medicines Agency di Uni Eropa. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat dan Makanan terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang BPOM, maka dibentuklah Deputi Bidang Penindakan yang memiliki 3 fungsi Utama yaitu Cegah Tangkal, Intelijen, dan Penyidikan. Perpres tersebut diturunkan menjadi Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 dimana ketiga fungsi di atas dilaksanakan oleh Direktorat Pengamanan, Direktorat Intelijen Obat dan Makanan, dan Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan. Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kompetensi teknis SDM para pengemban fungsi maupun soft skill lainnya guna menjamin pelaksanaan tugas secara profesional yang dilakukan oleh tim kerja yang solid.
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang intelijen obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan tentu memerlukan dukungan SDM yang memadai. Baik dari aspek kuantitas, kualitas, integritas dan kreativitas. Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran kinerja Direktorat Intelijen Obat dan Makanan perlu dilakukan analisis yang menyeluruh dan terpadu terhadap faktor lingkungan termasuk isu-isu strategis yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dan sasaran kinerja.
Isu-isu strategis tersebut seperti :
– Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan meningkatnya tren perdagangan obat dan makanan secara online
– Keterbatasan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia
– Belum terbentuknya jejaring intelijen dibidang obat dan makanan yang memadai
– Belum adanya profil pelaku tindak pidana dibidang obat dan makanan
– Masih terbatasnya dukungan teknologi dibidang intelijen
“ Hasil intelijen obat dan makanan adalah hasil dari kegiatan operasi intelijen berupa laporan intelijen yang lengkap. Laporan intelijen dikatakan lengkap jika mengandung unsur 5W+1H kemudian dapat ditindaklanjuti sesuai disposisi pimpinan. Operasinya pun harus efektif, yaitu menggunakan kekuatan unit intelijen yang disusun dan diorganisir secara khusus guna dihadapkan pada penanganan target operasi dalam waktu dan daerah tertentu menggunakan dukungan administrasi/logistic dan anggaran tertentu dengan menyiapkan target operasi, rencana pengumpulan bahan dan keterangan serta unsur-unsur keterangan yang dibutuhkan. Laporan inteljen yang dinyatakan lengkap adalah laporan intelijen yang disertai Rencana Operasi (RO) dan Laporan Informasi (LI) “, imbuhnya.
Kemudian kemampuan dalam melakukan pemetaan Profil Jaringan Intelijen, yaitu gambaran / identitas jaringan pelaku kejahatan obat dan makanan yang dapat diketahui berdasarkan laporan yang dihimpun dari hasil operasi intelijen. Termasuk dari Patroli Siber yang dilakukan untuk melacak / melakukan pemantauan / pengawasan terhadap aktivitas penjualan obat dan makanan illegal di dunia maya. Juga kegiatan Intelijen yang dilakukan untuk melakukan verifikasi kebenaran informasi yang diperoleh dari ULPK, laporan masyarakat, pelaku usaha dan laporan hasil pengawasan internal yang dilaksanakan secara terus menerus, berlanjut dan berulang dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan keterangan, pengolahan keterangan, penyampaian dan penggunaan untuk mendapatkan data intelijen yang berkaitan dengan ancaman dan/atau peluang ancaman untuk dilaporkan kepada user untuk selanjutkan dilakukan operasi intelijen.
“ Tidak lupa urgensi Jejaring intelijen yang terdiri dari jaringan/ agen pada kelembagaan lain yang bekerjasama dengan Badan POM, guna bekerjasama dalam hal tukar menukar informasi dan penguatan jaringan informasi dalam rangka pemberantasan kejahatan di Bidang Obat dan Makanan. Basic Descriptive Intelligence (BDI) adalah gambaran dasar mengenai data/informasi yang bernilai intelijen terkait kondisi peredaran obat dan makanan di suatu daerah berikut potensi permasalahan dan solusi yang harus dilakukan. Disinilah pentingnya kemampuan dan kreativitas dalam membangun jejaring tanpa membebani anggaran yang terbatas. Tanpa kreativitas, maka setiap perencanaan operasi akan sering mentok dan bersandar di balik alasan klasik KETERBATASAN ANGGARAN “, pungkasnya.
Dfa